Kamis, 05 November 2020

Lupa Syukur Jadi Insecure


 Oleh : Herlina Susilorini

Menyambung silaturahim dengan teman lama di masa internet dan media sosial seperti sekarang, memang menyenangkan. Kita bisa bercerita kembali bagaimana serunya masa sekolah dan kuliah dengan mereka tanpa harus menggelar reuni tatap muka. Cukup membuka aneka platform media sosial yang tersedia, dan sebentar kemudian obrolan pun tersaji dengan meriahnya. Begitu asyiknya bercerita, sampai kadang-kadang kita lupa bahwa waktu telah menjelang malam. Kita juga bisa tahu bagaimana kabar perkembangan teman lama hanya dengan berselancar di dunia maya. Ada yang sukses dengan jabatannya, ada yang sukses dengan bisnisnya, dan mungkin ada juga yang sangat bahagia kaena mempunyai banyak anak dengan kehidupan yang mapan. 

Kemajuan teknologi ini bagai pisau bermata dua. Selain sangat memudahkan manusia bertukar kabar dan perkembangan, media sosial juga ternyata membuat kita tidak nyaman dengan kehidupan kita sendiri. Pemicunya adalah karena kita melihat perkembangan terbaru dari teman-teman lama tersebut. Kita menjadi kecewa, frustasi, dan merasa tidak berguna karena melihat mereka dalam pencapaian prestasi akademik, finansial,  maupun bidang lainnya, jauh berada di atas kita.

Kita merasa rendah diri ketika melihat teman kita memasang fotonya sedang berada di tempat wisata yang keren (apalagi di luar negeri), mengikuti acara-acara penting bersama orang ternama,  menyelesaikan program pasca sarjananya atau sekedar memperlihatkan kemewahan kehidupan pribadinya. Pencapaian kita seakan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka. Padahal kita bersekolah di tempat yang sama, usia yang sama, bahkan ada yang lahir dan besar dari daerah yang sama. 

Pada akhirnya muncul perasaan tidak berguna. Kita malu dengan apa yang ada. Semua diukur dengan segala sesuatu yang tampak mewah dalam pandangan kita. Semua diukur dengan harta dan kesuksesan dalam pandangan dunia semata. Kita hanya fokus pada apa yang belum kita punya. Kita merasa malu bertemu dengan teman dan bahkan saudara, karena merasa belum mencapai apa-apa. Kita membandingkan dan terus membandingkan dengan yang jauh di atas kita. Kita lupa melihat ke bawah. Kita lupa bahwa kehidupan yang kita miliki sekarang, bisa jadi kehidupan yang sangat diinginkan orang lain. 

Perasaan ini akan dirasa bertambah parah ketika kita sebagai wanita penyandang status sarjana, tetapi pada akhirnya harus memilih hanya sebagai ibu rumah tangga. Sementara teman-teman kita, berkarier dengan suksesnya. Di saat orang membanggakan prestasinya, kita  merasa semakin tidak percaya diri tatkala ditanya tentang kegiatan kita. 

 “Cuma ibu rumah tangga,” demikianlah jawaban kita. Bukannya dengan bangga kita menyampaikan keadaan kita, yang terjadi justru  kita memandang rendah diri kita. Hal ini semakin diperparah dengan pandangan kebanyakan manusia bahwa segala sesuatu dihargai berdasarkan tampilan dan status sosial semata. Terlalu banyak kata seharusnya yang sebenarnya tidak semestinya ada. 

“Sarjana kok nganggur di rumah.” 

Pandangan seperti ini membuat kita merasa rendah diri dan tak berguna meskipun hal ituadalah pilihan kita karena pertimbangan yang tentu berbeda. Menjadi ibu rumah tangga, membuat kita disibukkan pada aktivitas yang sebagian besar berkaitan dengan sumur, dapur, dan kasur. Daster menjadi pakaian dinas sehari-hari. Kegiatan mengurus rumah, anak dan suami terkadang membuat kita lupa mengurus diri sendiri. Yang dia pikirkan adalah suami, anak dan tentu saja urusan beberes rumah. Maka tak jarang mereka juga menjadi sasaran empuk perasaan insecure karena dinilai tidak sukses.  

Kehidupan yang begitu begitu saja, aktivitas yang itu itu saja, tanpa adanya gebrakan prestasi yang bisa dibanggakan, akan membuat kita semakin tidak percaya diri. Kita terlalu fokus pada pencapaian prestasi mereka, dan lupa pada nikmat yang kita punya. Akhirnya kita akan merasa selalu kurang dan akhirnya menjadi insecure.

Insecure adalah kondisi mental yang menggambarkan perasaan tidak aman yang membuat seseorang merasa gelisah, takut, malu, hingga tidak percaya diri. Mereka yang merasa insecure, menganggap diri kurang berharga, merasa belum punya dan belum mencapai apa-apa, mengalami takut berlebih, enggan menerima tantangan dan selalu membandingkan diri dengan orang lain. Dia hanya melihat kelebihan orang lain dan selalu diri sendiri hanyalah tumpukan kekurangan. 

Setiap manusia diciptakan Allah dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Seseorang menjadi insecure karena kurangnya rasa bersyukur. Padahal nikmat yang diberikan Allah kepada hambaNya begitu banyak. Tidak ada seorang pun di antara kita yang mampu menghitungnya. Mulai dari nikmat sehat, rasa aman, kasih sayang, pendidikan, persaudaraan, pernikahan, serta nikmat iman dan Islam. 

Seringkali, kita kurang menyadari apa yang telah kita miliki. Kita hanya fokus melihat apa yang telah dimiliki orang lain. Kita terus melihat bahwa seseorang bisa kaya dan sukses atas usaha keras dan keberuntungannya, sehingga kita merasa rendah diri. 

“Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudia mereka mengingkarinya.” (QS, An Nahl : 83)

Sering kita ucapkan saat ditimpa kesulitan, “Untung ada kamu, coba kalau tidak ... entah apa jadinya.” Padahal, semua itu terjadi karena campur tangan dari Allah, sekaligus sebagai ujian bagi hidupnya. Allah menjadikan sebab datangnya seseorang untuk terwujudnya pertolongan. 

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).” (QS. An Nahl : 53) 

Mereka yang hidupnya terlihat sempurna sekalipun, pasti mempunyai celah kekurangan yang tidak kita ketahui. Manusia diuji dengan hal yang berbeda, agar kita selalu bersyukur dan bersabar atas nikmat yang kita terima. Bayangkan jika semua manusia diciptakan sama, tidak bisa kita bayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Jika semua menjadi pemimpin, lantas siapa yang akan dipimpin? Jika semua menjadi guru, lalu siapa yang akan menjadi muridnya? Jika semua menjadi sopir, siapa yang akan jadi penumpangnya? Dan jika semua menjadi penjual, lantas siapakah yang akan menjadi pembelinya?

Hidup ini sudah diatur seimbang dan sedemikian rupa. Setiap manusia mempunyai sisi positif dan negatifnya sendiri-sendiri. Semua orang berbeda, baik fisik maupun karakternya. Perbedaan ini diciptakan agar kita saling melengkapi satu sama lain. Bukan sibuk mencari kesempurnaan dengan terus membandingkan. Bukankah pelangi itu indah karena adanya keberagaman? Demikian pula manusia.

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadaNya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. Ibrahim : 34)

Allah juga telah memperingatkan kita untuk selalu bersyukur dan melarang menjadi kufur atas nikmat yang telah diberikan :

“Dan ingatlah kepadaKu, Aku juga akan ingat kalian. Dan bersyukurlah kepadaKu, janganlah kalian kufur.” (QS. Al-Baqarah : 152)

Allah menjamin akan menambahkan kenikmatan pada kita yang pandai bersyukur dan akan memberikan balasan yang menyakitkan bagi mereka kufur.. Sebagaimana dalam firmanNya :

“ Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatku), maka sesungguhnya adzabKu sangat pedih. “ (QS. Ibrahim : 7)

Demikianlah Allah menjelaskan dalam Al Quran. Sudah sepantasnyalah kita bersyukur. 

 Terlalu sibuk memikirkan pencapaian orang lain membuat kita lupa diri. Kita lupa mnsyukuri setiap nikmat yang diberikan. Kita lupa bahwa segala sesuatunya milik Allah semata. 

Kita tentu tidak mau diberi kekayaan, tetapi  Allah memberi penyakit yang tak berkesudahan. Untuk apa pangkat dan jabatan, jika pada akhirnya kita menanggalkan iman. Setiap udara yang kita rasakan adalah kenikmatan. Setiap detak jantung merupakan tanda adanya kehidupan. Kenikmatan itu bukan hanya terletak pada jabatan dan kekayaan. Kenikmatan itu bisa dirasakan bila kita bisa menerima kenyataan dan merasa nyaman.

Segala sesuatu hanyalah titipan Allah yang bisa diambil sewaktu-waktu.  Dengan bersyukur, kita akan menjadi ikhlas dan sabar akan ketetapanNya. Yakin, akan ada waktunya Allah memberi kenikmatan yang lain yang lebih baik, karena Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk hambaNya. Orang yang memiliki rasa syukur, akan selalu mengambil pelajaran atas semua peristiwa yang terjadi. Dia percaya bahwa semua terjadi karena takdir dari Allah, meskipun yang terjadi adalah sebuah musibah. Dia percaya, di balik kesulitan yang dialami, Allah akan berikan pelajaran kebaikan di dalamnya. Dan dia yakin itu yang terbaik baginya yang diberikan Allah. 

Hanya ada bahagia yang dirasa dan sedih seperlunya. Dia akan lebih percaya diri, tidak mudah mendengki atau sakit hati. Dia akan berfokus kelebihannya dan memperbaiki kekurangannya. Mencintai diri sendiri, membuat kita mampu berpikir positif. Kelemahan akan menjadi pelecut dan tantangan untuk bangkit menjadi lebih baik. Sebagaimana yang Allah berfirman :

“ ...boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” QS. Al-Baqarah:216)

Marilah kita memperbanyak istighfar dan senantiasa bersyukur atas setiap kesempatan yang Allah berikan. Tidak perlu menghitung dan membandingkan apa yang kurang pada diri kita dan orang lain. Tidak perlu menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi. Hari ini kita masih hidup dan bernafas, tubuh kita sehat, bicara kita lancar dan telinga pun masih bisa mendengar.Kita masih bisa tersenyum dan merasakan nikmatnya makanan yang dihidangkan.

Allah telah memperingatkan kita berulang-ulang dalam  firmanNya :

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.” (QS Ar-Rahman:13,14, 21,23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42,  45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 73, 75, 77)

Memandang ke atas terlalu lelah. Melihat ke bawah membuatmu lengah. Tak perlu kita terus menoleh ke belakang. Fokus saja pada apa yang harus kau perbaiki di masa depan. Yang di belakang jadikan sebagai pelajaran. Yang di depan jadikan sebuah tantangan. Tak perlu kita menghitung apa yang kurang. Fokus pada apa yang telah kita dapatkan. Bukan untuk bersikap sombong, tetapi agar jiwamu bisa tertolong. Jiwa yang bebas dari rasa rendah diri yang membuatmu tak percaya diri. Kita bebas bahagia dengan apa yang kita punya. Tak perlu memandang indahnya rumput tetangga yang akan membuat kita lupa. Kehidupan yang kita nikmati sekarang, bisa jadi adalah kehidupan yang diimpikan orang. Allah menciptakan kita dengan sungguh luar biasa. Tidak ada yang sempurna, tetapi kita bisa bahagia. Bahagia dengan yang ada. Bahagia dan bersyukur atas apa yang kita punya. 


Pringsewu, 5 November 2020


Sumber :

Aidah Afitri. Hukum Kufur Nikmat Dalam Islam yang Harus Diketahui. dalamislam.com (diakses 2018)


Ndaru, Tri, Utomo. Mewaspadai Kufur Nikmat. muslim.or.id (diakses 8 Agustus 2014)


Rahmawati, Eni. Self Love : Dengan Syukur, Ubah Insecure Menjadi Secure. Arbaswedan.id (diakses 21 April 2020)


Setiani, Laras. Ubah Insecure Jadi Bersyukur. ruangmuslimah.co


Sumber gambar : Pinterest


  Suka nonton drama Korea? Atau suka masakan Korea?  Pasti sudah tidak asing dengan makanan yang satu ini. Kali ini saya memasak bersama gad...